Sore itu adalah penantian pengumunan
SNMPTN 2012. Itu adalah kali pertama aku mengikuti seleksi masuk PTN.
Sebelumnya, aku sudah mengikuti SNMPTN jalur undangan, namun ternyata aku gagal
masuk PTN yang aku targetkan pada jalur undangan tersebut. Dan aku ikuti SNMPTN
tulis 2012. Aku memilih study IPA dengan memilih 2 perguruan tinggi di kota
Bandung. Sore itu aku merasa tenang dan berdo’a. Aku merasa biasa saja, tidak
ada rasa cemas, namun tidak ada perasaan optimis akan lolos. Hingga akhirnya
kulihat jam, dan sudah menunjukan pukul 19.00 WIB.
Kubuka handphoneku, dan ku klik
browser untuk membuka website SNMPTN 2012. Ku masukan id dan password, dan yang
aku lihat adalah kata GAGAL! Aku menangis, dan teringat keluargaku yang mungkin
menanti-nanti hassil apa yang aku dapat untuk masa depanku. Pikiranku seketika
kacau, aku menangis dan menangis. Tangisanku bukan karena melihat kata-kata
itu, tapi tangisan ku ada karena aku tersadar bahwa aku telah mengecewakan semua
orang.
Dan tak mau aku terus terpuruk
dengan hasil yang aku dapat, aku memutuskan mengikuti jalur mandiri yang
diadakan PTN di Bandung. Dan kuputuskan memilih salah satu PTN di Bandung
dengan mengambil 2 bidang study. Kutunggu hasilnya hingga berminggu-minggu. Tak
terpikir untuk mendaftar ke PTS atau perguruan tinggi swasta. Hingga akhirnya
keputusan muncul dan aku kembali GAGAL!
Kini aku bukan menangis, tapi merasa
malu pada diriku sendiri yang tidak dapat lolos ke salah satu PTN yang akan
mengantarkan aku menggapai masa depanku nanti, aku pun sedih karena harus
membuat keluargaku kecewa, khususnya ibu, ayah dan uwaku. Namun, ada nenek yang
selalu memberikan support, meski aku pernah berfikir untuk berhenti sekolah dan
memutuskan mencari pekerjaan saja. Hingga pada akhirnya, aku didukung untuk
memilih PTS daripada harus menganggur dirumah. Aku binggung harus memilih PTS
yang mana, karena rata-rata tidak ada jurusan yang aku mau seperti di PTN.
Akhirnya aku memilih Universitas
Pasundan Kota Bandung dengan mengambil prodi Teknologi Pangan, dan
kampusnya berada di jalan Setiabudi 193 Bandung. Awalnya aku tak tau mengapa
aku memilih prodi ini, akupun bingung apa aku bisa mendapatkan pekerjaan yang
layak setelah lulus dari jurusan ini. Serta, apakah tidak akan memberatkan
keluarga dengan biaya swasta yang kita tau harganya lebih mahal dari negeri.
Namun, dengan berjalannya waktu, dan
kini sudah menginjak semester 3 dan 4, aku mulai menyadari lebih baik bersyukur
dengan apa yang ada, daripada harus terpuruk dengan masa lalu yang gagal dan
sibuk memikirkan cemoohan orang yang tidaklah penting untuk dilayani.
“Negeri atau Swasta sama saja, yang dilihat
bukan status kampus, tapi kualitas mahasiswa, kualitas otak dan hati, serta keyakinan
bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik, dengan kejutan-Nya yang indah.
ALHAMDULILLAH.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar